B.
Masa Berlaku Konstitusi
Republik Indonesia Serikat 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
1.
Penetapan Konstitusi Republik Indonesia Serikat
Perjalanan
negara baru Republik Indonesia selama kurang lebih tiga tahun, ternyata tidak
menghentikan upaya Belanda melanjutkan kolonialismenya di Indonesia. Belanda
yang ketika itu ingin menjajah kembali Indonesia beralasan bahwa dulunya
Indonesia adalah bagian sah dari Kerajaan Belanda namun diambil alih oleh
Jepang karena Belanda yang bergabung dengan sekutu-sekutunya kalah
perang
terhadap Jepang pada tahun 1941. Dengan kalahnya kembali Jepang dalam perang Pasifik
tahun 1945 maka Belanda mengklaim bahwa Indonesia secara hukum internasional
kembali menjadi bagian dari Kerajaan Belanda. Dengan mendompleng kepada tentara
Sekutu yang bertugas melucuti senjata Jepang, Belanda berusaha menduduki secara
sepihak beberapa kota-kota besar di Indonesia. Namun langkah Belanda tersebut
mendapat perlawanan dari seluruh tanah air. Untuk menghadapi itu, Belanda
membuat taktik lain yaitu dengan mendorong Indonesia menjadi negara serikat.
Dengan adanya negara serikat, Belanda berharap negara Indonesia akan kehilangan
kekuatannya dalam menghadapi Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia
karena kekuatan Indonesia sudah terpecah-pecah dalam negara bagian. Dalam
rangka mempersiapkan Negara Republik Indonesia Serikat,Belanda berhasil
mendirikan beberapa negara bagian dalam kurun waktu sekitar dua tahun.
Negara-negara bentukan Belanda tersebut yaitu Negara Indonesia Timur (1946),
Negara Sumatera Timur (1947), Negara Pasundan (1948), Negara Jawa Timur(1948),
Negara Madura (1948) dan sebagainya. Sementara itu sejumlah daerah seperti
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara,
Bangka, Belitung, Riau, dan Jawa Tengah berada dalam masa persiapan yang telah
dipersiapkan untuk menjadi negara bagian. Sejalan dengan usaha mempersiapkan
negara bagian, Belanda juga terus berupaya menghancurkan Negara Republik
Indonesia dengan perang fisik yang sering dikenal dengan Agresi I pada tahun
1947 dan Agresi II pada tahun 1948. Khusus dalam Agresi II, Belanda berhasil
menawan pemimpin Indonesia di Yogyakarta.Tindakan Belanda yang menduduki
kembali Indonesia serta menahan para pemimpin Indonesia, akhirnya menarik
perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk campur tangan dalam
menyelesaikan masalah yang terjadi dengan mendorong suatu konferensi yang
kemudian konferensi ini dikenal dengan Konferensi Meja Bundar (KMB). Konferensi
ini diadakan dari tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 Nopember 1949. Pertemuan ini
dihadiri oleh Wakil-wakil dari Republik Indonesia, Belanda, delegasi
Negara-negara BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) yaitu
gabungan negara-negara bagian yang sudah dibentuk oleh Belanda, dan sebuah
komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia. Konferensi yang berlangsung
di S’Gravenhage tersebut menghasilkan kesepakatan yaitu :
1.
Pembentukan Negara Indonesia Serikat,
2.
Piagam Penyerahan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat
3.
Didirikan Uni antara Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda.
Persetujuan
pemulihan kedaulatan terdiri dari tiga persetujuan induk
yaitu:
1.
Piagam Penyerahan Kedaulatan
2.
Status Uni
3.
Persetujuan Perpindahan.
Pemulihan
Kedaulatan ditentukan akan dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1949. Rencana
Undang-undang Dasar untuk Negara Republik Indonesia Serikat dibuat oleh
delegasi Republik Indonesia Serikat dan delegasi BFO pada Konferensi Meja
Bundar. Rencana Undang-Undang ini dipersiapkan untuk menindaklanjuti hasil keputusan
KMB dan rencana pemulihan kedaulatan yang akan dilaksanakan pada tanggal 27
Desember 1949. Penandatanganan Piagam Persetujuan tentang rancangan Konstitusi
dilakukan oleh delegasi Negara Republik Indonesia dan delegasi BFO pada tanggal
29 Oktober 1949 di Bandar Scheniven yang untuk kemudian
dimintakan persetujuan kepada Pemerintah Negara Republik
Indonesia, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Pemerintah serta
Badan-Badan Perwakilan BFO dari daerah-daerah yang kemudian akan menjadi negara
bagian atau daerah yang berdiri sendiri yang akan ditetapkan dan disahkan dalam
Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Rancangan Konstitusi Republik Indonesia
Serikat (KRIS) kemudian disetujui, ditetapkan dan disahkan oleh Pemerintah
Negara Republik Indonesia dan Komite Nasional Pusat (KNIP) serta Pemerintah dan
Badan Perwakilan Rakyat negara-negara BFO dalam Piagam Penandatangan Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (KRIS) pada tangggal 14 Desember 1949, dan mulai
berlaku pada hari tanggal pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda
kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Pengakuan Pemerintah Kerajaan Belanda
terhadap kedaulatan Negara Republik Indonesia Serikat diberikan pada tanggal 27
Desember 1947, bersamaan dengan berlakunya Konstitusi Republik Indonesia
Serikat (KRIS) 1949. Dengan
berdirinya Negara Republik Indonesia Serikat, maka berdasarkan Pasal 2 huruf a
Konstitusi RIS, Republik Indonesia hanyalah merupakan salah satu negara bagian
dalam Republik Indonesia Serikat, dan wilayahnya negara Republik Indonesia
adalah daerah yang disebut dalam Perjanjian Renville. Dalam Perjanjian Renville,
Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian
wilayah Republik Indonesia.84 Undang undang Dasar 1945 yang semula berlaku
untuk seluruh Indonesia maka mulai tanggal 27 Desember 1949 hanya berlaku dalam
wilayah Negara Bagian Republik Indonesia dengan ibukota Yogyakarta. Berdasarkan
hasil KMB, pada tanggal 17 Desember 1949 Soekarno terpilih menjadi presiden dan
Hatta menjadi wakil presiden Negara RIS. Dua hari setelah pemilihan itu,
kabinet Hatta II melakukan reshuffle dan pada 20 Desember dibentuk Kabinet
Negara RIS dengan perdana menteri Hatta yang dikenal dengan kabinet Hatta III.
Berbarengan dengan terbentuknya Kabinet peralihan dengan Susanto Tirtoprojo
sebagai perdana menteri. Kabinet peralihan Negara bagian RI berakhir pada 21
Januari 1950, yaitu dengan terbentuknya kabinet baru dengan perdana menteri
Abdul Halim dan presidennya
Assat. Kabinet defintif negara bagian RI ini kemudian dikenal dengan Kabinet
Halim.
2.
Sistem Pemerintahan Berdasarkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949
Dengan
berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949
karakter
sistem pemerintahan dapat ditelusuri dari sejumlah aturan berikut yaitu :
1.
Pasal 1 Ayat (2): kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.
2.
Pasal 68 Ayat (1): Presiden dan Menteri-menteri merupakan Pemerintah. Ayat (2)
: menentukan bahwa, yang dimaksud dengan pemerintah menurut Konstitusi Republik
Indonesia Serikat ialah Presiden seorang atau beberapa atau beberapa menteri,
yakni menurut tanggung jawab khusus atau tanggung jawab umum
mereka
itu.
3.
Pasal 69 Ayat (1) : Presiden ialah kepala negara, dan Ayat (2) : Beliau dipilih
oleh orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-daerah bagian.
4.
Pasal 72 Ayat (1) : jika perlu karena presiden berhalangan, maka beliau memerintahkan
perdana menteri menjalankan pekerjaan jabatannya sehari-hari.
5.
Pasal 117 ayat (1) menentukan bahwa tugas penyelenggaraan pemerintah federal
dijalankan oleh Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Ayat (2) : Pemerintah
menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa menyusun, supaya
konstitusi, undang-undang Federal dan peraturan-peraturan lain yang berlaku
untuk Republik Indonesia Serikat dijalankan.
6.
Pasal 118 Ayat (1) : presiden tidak dapat diganggugugat. Ayat (2) : Menteri bertanggung
jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik secara bersama sama untuk
seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri.
7.
Pasal 127 a : kekuasaan perundang-undangan federal dilakukan oleh pemerintah
bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat. Berdasarkan ketentuan tersebut,
Konstitusi RIS 1949 menganut sistem pemerintahan parlementer (sistem
pertanggungjawaban menteri). Karakter sistem parlementer dalam Konstitusi RIS
yaitu:
1.
Adanya pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Kepala negara
adalah presiden sementara kepala pemerintahan adalah perdana menteri.Kedudukan
presiden lebih bersifat seremonial dan simbol kenegaraan saja.
2.
Sebagai kepala negara, kekuasaan presiden tidak dapat diganggu gugat.Presiden
tidak dapat diminta pertanggungjawabannya atas tugas-tugas pemerintahan. Karena
kedudukan presiden adalah sebagai kepala negara bukan sebagai kepala
pemerintahan.
3. Menteri-menteri
bertanggung jawab baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Jika
kebijakan menteri atau menteri-menteri tidak diterima Dewan Perwakilan Rakyat
maka menteri harus mengundurkan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar