Sabtu, 03 Mei 2014

Tugas Pendidikan Kewarganegaraan (pembahasan Kedua)

B.  Masa Berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)

1. Penetapan Konstitusi Republik Indonesia Serikat
Perjalanan negara baru Republik Indonesia selama kurang lebih tiga tahun, ternyata tidak menghentikan upaya Belanda melanjutkan kolonialismenya di Indonesia. Belanda yang ketika itu ingin menjajah kembali Indonesia beralasan bahwa dulunya Indonesia adalah bagian sah dari Kerajaan Belanda namun diambil alih oleh Jepang karena Belanda yang bergabung dengan sekutu-sekutunya kalah
perang terhadap Jepang pada tahun 1941. Dengan kalahnya kembali Jepang dalam perang Pasifik tahun 1945 maka Belanda mengklaim bahwa Indonesia secara hukum internasional kembali menjadi bagian dari Kerajaan Belanda. Dengan mendompleng kepada tentara Sekutu yang bertugas melucuti senjata Jepang, Belanda berusaha menduduki secara sepihak beberapa kota-kota besar di Indonesia. Namun langkah Belanda tersebut mendapat perlawanan dari seluruh tanah air. Untuk menghadapi itu, Belanda membuat taktik lain yaitu dengan mendorong Indonesia menjadi negara serikat. Dengan adanya negara serikat, Belanda berharap negara Indonesia akan kehilangan kekuatannya dalam menghadapi Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia karena kekuatan Indonesia sudah terpecah-pecah dalam negara bagian. Dalam rangka mempersiapkan Negara Republik Indonesia Serikat,Belanda berhasil mendirikan beberapa negara bagian dalam kurun waktu sekitar dua tahun. Negara-negara bentukan Belanda tersebut yaitu Negara Indonesia Timur (1946), Negara Sumatera Timur (1947), Negara Pasundan (1948), Negara Jawa Timur(1948), Negara Madura (1948) dan sebagainya. Sementara itu sejumlah daerah seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara, Bangka, Belitung, Riau, dan Jawa Tengah berada dalam masa persiapan yang telah dipersiapkan untuk menjadi negara bagian. Sejalan dengan usaha mempersiapkan negara bagian, Belanda juga terus berupaya menghancurkan Negara Republik Indonesia dengan perang fisik yang sering dikenal dengan Agresi I pada tahun 1947 dan Agresi II pada tahun 1948. Khusus dalam Agresi II, Belanda berhasil menawan pemimpin Indonesia di Yogyakarta.Tindakan Belanda yang menduduki kembali Indonesia serta menahan para pemimpin Indonesia, akhirnya menarik perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk campur tangan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dengan mendorong suatu konferensi yang kemudian konferensi ini dikenal dengan Konferensi Meja Bundar (KMB). Konferensi ini diadakan dari tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 Nopember 1949. Pertemuan ini dihadiri oleh Wakil-wakil dari Republik Indonesia, Belanda, delegasi Negara-negara BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) yaitu gabungan negara-negara bagian yang sudah dibentuk oleh Belanda, dan sebuah komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia. Konferensi yang berlangsung di S’Gravenhage tersebut menghasilkan kesepakatan yaitu :
1. Pembentukan Negara Indonesia Serikat,
2. Piagam Penyerahan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat
3. Didirikan Uni antara Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda.

Persetujuan pemulihan kedaulatan terdiri dari tiga persetujuan induk
yaitu:
1. Piagam Penyerahan Kedaulatan
2. Status Uni
3. Persetujuan Perpindahan.
Pemulihan Kedaulatan ditentukan akan dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1949. Rencana Undang-undang Dasar untuk Negara Republik Indonesia Serikat dibuat oleh delegasi Republik Indonesia Serikat dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar. Rencana Undang-Undang ini dipersiapkan untuk menindaklanjuti hasil keputusan KMB dan rencana pemulihan kedaulatan yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1949. Penandatanganan Piagam Persetujuan tentang rancangan Konstitusi dilakukan oleh delegasi Negara Republik Indonesia dan delegasi BFO pada tanggal 29 Oktober 1949 di Bandar Scheniven yang untuk kemudian dimintakan persetujuan kepada Pemerintah Negara Republik Indonesia, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Pemerintah serta Badan-Badan Perwakilan BFO dari daerah-daerah yang kemudian akan menjadi negara bagian atau daerah yang berdiri sendiri yang akan ditetapkan dan disahkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Rancangan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) kemudian disetujui, ditetapkan dan disahkan oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia dan Komite Nasional Pusat (KNIP) serta Pemerintah dan Badan Perwakilan Rakyat negara-negara BFO dalam Piagam Penandatangan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) pada tangggal 14 Desember 1949, dan mulai berlaku pada hari tanggal pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Pengakuan Pemerintah Kerajaan Belanda terhadap kedaulatan Negara Republik Indonesia Serikat diberikan pada tanggal 27 Desember 1947, bersamaan dengan berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) 1949. Dengan berdirinya Negara Republik Indonesia Serikat, maka berdasarkan Pasal 2 huruf a Konstitusi RIS, Republik Indonesia hanyalah merupakan salah satu negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat, dan wilayahnya negara Republik Indonesia adalah daerah yang disebut dalam Perjanjian Renville. Dalam Perjanjian Renville, Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia.84 Undang undang Dasar 1945 yang semula berlaku untuk seluruh Indonesia maka mulai tanggal 27 Desember 1949 hanya berlaku dalam wilayah Negara Bagian Republik Indonesia dengan ibukota Yogyakarta. Berdasarkan hasil KMB, pada tanggal 17 Desember 1949 Soekarno terpilih menjadi presiden dan Hatta menjadi wakil presiden Negara RIS. Dua hari setelah pemilihan itu, kabinet Hatta II melakukan reshuffle dan pada 20 Desember dibentuk Kabinet Negara RIS dengan perdana menteri Hatta yang dikenal dengan kabinet Hatta III. Berbarengan dengan terbentuknya Kabinet peralihan dengan Susanto Tirtoprojo sebagai perdana menteri. Kabinet peralihan Negara bagian RI berakhir pada 21 Januari 1950, yaitu dengan terbentuknya kabinet baru dengan perdana menteri Abdul Halim dan presidennya Assat. Kabinet defintif negara bagian RI ini kemudian dikenal dengan Kabinet Halim.

2. Sistem Pemerintahan Berdasarkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949
Dengan berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949
karakter sistem pemerintahan dapat ditelusuri dari sejumlah aturan berikut yaitu :
1. Pasal 1 Ayat (2): kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.
2. Pasal 68 Ayat (1): Presiden dan Menteri-menteri merupakan Pemerintah. Ayat (2) : menentukan bahwa, yang dimaksud dengan pemerintah menurut Konstitusi Republik Indonesia Serikat ialah Presiden seorang atau beberapa atau beberapa menteri, yakni menurut tanggung jawab khusus atau tanggung jawab umum
mereka itu.
3. Pasal 69 Ayat (1) : Presiden ialah kepala negara, dan Ayat (2) : Beliau dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-daerah bagian.
4. Pasal 72 Ayat (1) : jika perlu karena presiden berhalangan, maka beliau memerintahkan perdana menteri menjalankan pekerjaan jabatannya sehari-hari.
5. Pasal 117 ayat (1) menentukan bahwa tugas penyelenggaraan pemerintah federal dijalankan oleh Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Ayat (2) : Pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa menyusun, supaya konstitusi, undang-undang Federal dan peraturan-peraturan lain yang berlaku untuk Republik Indonesia Serikat dijalankan.
6. Pasal 118 Ayat (1) : presiden tidak dapat diganggugugat. Ayat (2) : Menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik secara bersama sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri.
7. Pasal 127 a : kekuasaan perundang-undangan federal dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat. Berdasarkan ketentuan tersebut, Konstitusi RIS 1949 menganut sistem pemerintahan parlementer (sistem pertanggungjawaban menteri). Karakter sistem parlementer dalam Konstitusi RIS yaitu:

1. Adanya pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Kepala negara adalah presiden sementara kepala pemerintahan adalah perdana menteri.Kedudukan presiden lebih bersifat seremonial dan simbol kenegaraan saja.
2. Sebagai kepala negara, kekuasaan presiden tidak dapat diganggu gugat.Presiden tidak dapat diminta pertanggungjawabannya atas tugas-tugas pemerintahan. Karena kedudukan presiden adalah sebagai kepala negara bukan sebagai kepala pemerintahan.
3. Menteri-menteri bertanggung jawab baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Jika kebijakan menteri atau menteri-menteri tidak diterima Dewan Perwakilan Rakyat maka menteri harus mengundurkan diri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar